Sabtu, 21 April 2012

Hari Kartini


Hari Kartini mengingatkanku akan kisah Mbah Sholeh Darat Semarang/KH. Sholih Ibn Umar As Samarani.

Dulu RA.Kartini Sangat kesulitan Untuk memahami arti Ayat-ayat Al Quran, dan Akhirnya Pamannya yg seorang Bupati Demak menyarankan RA.kartini untuk mengikuti Pengajian yg disampaikan oleh Mbah Sholeh Darat.Kartini meminta Mbah Sholeh Untuk menerjemahkan ayat-ayat Al-Quran. Pada Zaman itu Menerjemah... Al-Quran dilarang oleh penjajah. dan akhirnya Mbah Sholeh mempunyai strategi yaitu dengan menerjemahkanya dengan Huruf arab "Pegon" sehingga tidak dicurigai oleh penjajah.

Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an itu diberi nama Kitab Faid ar-Rahman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seroang Bupati Rembang. Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan: “ Selama ini al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami.”

Melalui terjemahan Mbah Shaleh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya: Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (Q.S. al-Baqarah: 257). Dalam banyak suratnya kepada Abendanon, Kartini banyak mengulang kata “Dari gelap menuju cahaya” yang ditulisnya dalam bahasa Belanda: “Door Duisternis Toot Licht.” Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya.